Senin, 30 September 2013

Muthi'ah, Sosok Muslimah Teladan Rekomendasi Rasulullah

FATHIMAH RA bergegas menggandeng Hasan RA yang masih kecil.  Terngiang di telinganya pesan sang ayahanda, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk menemui seorang muslimah berakhlak mulia dan meneladaninya. Tak sabar rasanya Fathimah untuk segera mengetahui, seperti apa gerangan teladan wanita bernama Siti Muthi’ah tersebut.

Sesampainya di depan pintu rumah yang dimaksud, Fathimah pun mengucap salam. Tak lama kemudian si pemilik rumah datang membuka pintu.  Hatinya sangat heran bercampur senang karena tak menyangka yang bertandang adalah putri Rasulullah SAW. Namun, sungguh di luar dugaan Fathimah, setelah mengutarakan maksud kedatangannya, Muthi’ah malah berkata, “Sungguh bahagia aku menyambut kedatanganmu Fathimah. Namun, maafkanlah aku karena aku hanya dapat menerima kedatanganmu di rumahku. Sesungguhnya suamiku mengamanatkan padaku untuk tidak menerima tamu lelaki di rumahku.”
Fathimah tersenyum, “Wahai Muthi’ah, ini Hasan anakku dan dia masih kecil.” Muthi’ah menjawab, “Sekali lagi maafkan aku Fathimah, meskipun ia masih kecil tetapi ia lelaki. Sungguh aku tidak dapat melanggar amanat suamiku.”
Mendengar jawaban Muthi’ah, Fathimah mulai merasakan kemuliaan akhlak Muthi’ah dan semakin ingin mengetahui lebih jauh keutamaan akhlak wanita tersebut. Akhirnya Fathimah pun pamit untuk sejenak mengantar Hasan pulang.
Tak lama kemudian, Fathimah kembali tiba di rumah Muthi’ah seorang diri dan segera disambut dengan gembira oleh Muthi’ah. Setibanya di dalam, Muthi’ah dengan berbinar-binar menanyakan, apa penyebab kedatangannya. Fathimah pun menjelaskan bahwa ia datang karena perintah ayahnya, Rasulullah SAW untuk meneladani akhlaq Muthi’ah. Hati Muthi’ah pun segera ditutupi luapan kebahagiaan karena pujian dari Rasulullah SAW tentu tak ada bandingannya. Namun, ia kembali bertanya dengan keheranan pada Fathimah, “Apakah engkau tengah bercanda Fathimah? Keutamaan akhlak seperti apa yang kumiliki? Aku hanyalah perempuan yang biasa saja,” Muthi’ah kemudian tampak berpikir keras.
Sementara itu, tak sengaja pandangan Fathimah menyapu ruangan yang sederhana tersebut. Terlihat olehnya sebilah rotan, sebuah kipas, dan sehelai handuk. Ia pun segera bertanya pada Muthi’ah, “Untuk apa benda-benda itu?” Wajah Muthi’ah pun seketika merona merah. “Untuk apa kau tanyakan itu Fathimah, aku jadi malu.” Namun, Fathimah mendesak, “Katakanlah padaku Muthi’ah, mungkin benda-benda itulah yang membuat ayahku mengabarkan padaku tentang kemuliaanmu.”
Muthi’ah pun bercerita, “Suamiku setiap harinya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami. Karena itu, aku sangat menyayangi dan menghormatinya. Begitu ia pulang dari bekerja, maka aku akan cepat-cepat menyambutnya dan mengelap keringatnya dengan handuk ini. Setelah kering keringatnya, maka ia akan berbaring di tempat tidur. Ketika itulah, aku mengambil kipas ini dan kukipasi tubuhnya sampai hilang penatnya atau ia tertidur pulas.”
Fathimah masih penasaran, “Lalu, untuk apa rotan ini?” Muthi’ah melanjutkan, “Setelah ia hilang lelahnya atau terbagun dari tidurnya, maka aku akan segera berpakaian serapi dan semenarik mungkin. Karena aku tahu, seorang suami pasti sangat senang melihat istrinya yang berpakaian rapi dan hal itu akan membuatnya betah di rumah. Kuhidangkan makanan di atas meja makan dan kutunggu ia hingga selesai makan. Setelah dia selesai makan, maka aku akan bertanya, apakah ada pelayananku yang tak berkenan dihatinya. Maka aku akan menyerahkan rotan tersebut padanya untuk memukulku.”
“Lalu, apakah suamimu sering memukulmu?” tanya Fathimah. “Tidak, tidak pernah, yang selalu terjadi adalah dia menarik tubuhku dan memelukku penuh kasih sayang.” Mendengar semua penjelasan tersebut, Fathimah terperangah. Sungguh, tak berlebihan kiranya, jika Rasulullah menyuruhnya mendatangi rumah Muthi’ah. Pesona akhlaqnya sungguh luar biasa.
Pesona yang tak mungkin dimiliki seorang perempuan yang  berorientasi materialistik yang memandang segala sesuatu hanya pada kebendaan dan kasat mata saja. Sebab, cinta dan ketulusan Muthi’ah tentu tak terukur pada sebilah rotan yang digunakan untuk memukul saja. Kasih sayangnya tentu tak akan membuatnya rendah karena setia mengelap keringat di tubuh suaminya.
Inilah pesona yang hanya mampu dipahami oleh seorang muslimah sejati yang mengukur segala tindakan dengan skala iman. Yang mampu melihat dengan mata hati bahwa ketaatan akan menghadiahkan kebahagiaan. Bahwa ketundukan pada perintah Allah dan Rasul-Nya, bukan hanya menuntun pada kebenaran. Namun, juga pada pembuktian bahwa setiap perempuan yang beriman dan berakhlak mulia juga akan mendapatkan seorang suami yang beriman dan penuh cinta. [‘Aliya/muslimklik.com]

Selasa, 24 September 2013

Mengenal Sosok Remaja Muslimah

Seorang gadis remaja, bagi kafilah-kafilah gurun padang pasir bagaikan ‘seekor rusa kecil’. Sedangkan bagi bangsa Jepang, ia laksana ‘sekuntum bunga sakura yang sedang merekah’. Wow…, indah bukan?????
Keindahan bola mata dan bibirnya seindah pancaran keindahan batu permata dan batu safir. Kata-katanya mampu menghembuskan kesejukan pagi hari di musim semi. Senyumnya bagaikan kemegahan sinaran matahari. Dan jalannya pun laksana barisan bidadari.
Gadis remaja, seperti ia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang terindah di dunia ini. Dialah penjelmaan kecantikan bunga-bunga yang bermekaran di atas muka bumi.
Tidak seorang pun pernah berkata sejujur seperti ia berbisik di telinga kekasihnya bahwa kekasihnya itu begitu luar biasa.
Gadis remaja adalah secercah kesan, sepercik keilahian yang diberikan Tuhan kepada kita sebagai gambaran hal-hal yang akan datang. Dia tak begitu berdaya dan rapuh, belum menjelma menjadi wanita perkasa (bijaksana).
Tuhan banyak memberikan anugerah kepadanya, dan banyak pula yang mengharapkan dan mengimpikan kebaikan mengalir dari dirinya. Tak ada makhluk lain yang diinginkan seperti menginginkan dirinya. Dia kan menjadi pasangan hidup bagi laki-laki dan ibu dari anak-anaknya.
Nah, begitulah gambaran tentang sosok kamu para remaja muslimah. Bangga bukan? Menjadi seorang perempuan? So, biar kamu-kamu semua bisa menjadi sosok muslimah cantik lahir batin, maka kamu kudu banyak tahu mengenal sosok dirimu dan apa yang kudu kamu lakuin dalam mengisi masa remajamu.
Masa remaja adalah masa pencarian identitas diri. Seringkali di usia remaja ini kamu bingung untuk memilih arah tujuan. Akhirnya kamu pun senang sekali mencari berbagai bentuk perhatian dari banyak orang dengan perilaku yang nyeleneh, aneh, dan senang jika diliatin serta dikenal banyak orang. Suka dipuji dan berambisi menjadi yang terkeren dan terbeken.
Hal seperti ini masih dalam tahap wajar, namun jika tidak diimbangi oleh kepribadian serta keimanan yang kuat, seringkali kamu menjadi terpedaya hingga lupa diri karena nafsu yang mendominasi perilakumu.
Usia remaja seperti kamu sudah tidak bisa dikatakan anak-anak lagi, tapi juga belum pantas disebut dewasa, yakh… masih Manusia ½ Dewa…sa.
Masa remaja adalah masa yang paling menyenangkan. Para remaja seusia kamu tidak perlu dipusingkan dengan permasalahan hidup. Nggak repot ngurusin keamanan Negara, politik, ekonomi, dan tetek bengek lainnya. Kebebasan adalah hal yang kamu inginkan.
Begitukah???
Kebebasan apa yang umumnya kamu tuntut dari para orang dewasa dan lingkungan sekitarmu?
•Kebebasan berkarya
•Kebebasan mengungkapkan pendapat atau kehendak
•Kebebasan mengekspresikan kemampuan dan bakat
•Kebebasan melakukan ini-itu tanpa memandang efek positif dan negative (yang penting happy).
Sah-sah saja mengimpikan kebebasan. Tapi bebas dan bertanggung-jawab serta bermoral adalah syarat yang kudu kamu penuhi sebelumnya. Begitulah aturan mainnya. Karena kita adalah manusia yang memiliki aturan main, yakni tanggung-jawab dan moralitas.
Seringkali aturan main ini tidak diterima oleh remaja seumuran kamu, alias nggak ada dalam ‘kamus ABG’ masa kini yang mengharapkan kebebasan tanpa ikatan dan aturan, apalagi moralitas dan tanggung-jawab. Di sinilah awalnya penyelewengan dalam memaknai kalimat ‘bebas’.
Di era sekarang ini remaja muslimah menjadi incaran utama yang paling empuk oleh raksasa bisnis, seperti media dan produk. Oleh karena itu, hendaklah kamu selalu menanamkan sikap waspada dan menanamkan keimanan yang kokoh. Karena hal-hal seperti itu lebih banyak memberikan kesempatan untuk berbuat kemungkaran dan menjauhkan diri dari mengingat Tuhan.
Namun, di sisi lain, kita acungkan jempol bagi remaja yang aktif dalam kegiatan Masjid, menghadiri majelis ta’lim, dan rutinitas kerohanian lainnya.
Remaja muslimah adalah generasi penerus, pendidik masa depan. Oleh karena itu jagalah fisik dan rohanimu, pikiran dan akhlakmu sebaik mungkin. Kamu bisa menjadi remaja muslimah yang lincah, kreatif, produktif, dan dapat memberikan kontribusi positif bagi keluarga, sahabat, dan orang-orang di sekelilingmu, bahkan bagi agama dan negaramu.

Kamis, 19 September 2013

Khodijah rodiyallohu ‘anha, Sosok Muslimah yang Dicintai Alloh subhanahu wata’ala

Khodijah rodiyallohu ‘anha adalah sosok muslimah yang dicintai alloh subhanahu wata’ala sebagaimana diriwayatkan, bahwasnnya ketika ia sedang sekarat, maka Malaikat Jibril datang dari langit seraya berkata, “Wahai Muhammad, Alloh mengucapkan salam kepada Khodijah.” Dan Dia berkata kepadamu, wahai Muhammad beri kabar gembira kepada Khodijah dengan istana dari mutiara di durga, di sana tiada kegaduhan dan keletihan.”

Perhatikanlah cinta itu! Ia sebentar lagi akan mati, ia akan melihat semua itu di surga, lalu mengapa Malaikat Jibril dari langit menyampaikan berita itu??

Agar kita semua tahu bahwa ketika Alloh mencintai seorang hamba, maka Dia akan memuliakan hamba itu. Sesungguhnya kabar itu untuk kita, sehingga kita mengetahui kedudukan Khodijah dan kedudukan orang-orang yang mencintai Alloh.

Ketika Alloh mencintai seorang hamba, Dia akan mencintainya dengan cinta yang sangat. Maka siapakah yang berusaha mencapai kedudukan yang mulia ini? Yaitu kedudukan orang-orang yang dicintai Allloh subhanahu wata’ala. Sungguh tidak ada kecintaan yang lebih agung dari meraih kecintaan di sisi Alloh…

Dalam hadits Qudsi, Rasululloh shalallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu berkata : Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhya Allah ta’ala berfirman : Siapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku telah mengumumkan perang dengannya. Tidak ada taqarrub (pendekatan diri) seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai kecuali dengan  beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil  (perkara-perkara sunnah) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi.” (HR. al-Bukhori)

Senin, 16 September 2013

Islam Mendidik Para Wanita Agar Menjadi Sosok Muslimah yang Kuat dan Tangguh

Di dalam shirah Ibnu Hisyam terdapat sebuah kisah dari Ummu Sa’d bin Rabi’, ia bercerita bahwa; ‘Suatu hari aku menemui Ummu ‘Imarah, lalu aku bertanya kepadanya, “Bibi, ceritakan kepadaku tentang kabarmu pada waktu Perang Uhud.” Lalu ia berkata, “Pada suatu pagi, dengan membawa bejana tempat air minum, aku keluar  sambil memandangi apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang. Lalu sampailah aku ke hadapan Rasulullah saw yang waktu itu sedang berada di tengah-tengah para shahabat. Ketika itu kemenangan berada di pihak kaum Muslimin. Kemudian ketika kaum Muslimin mengalami kekalahan, aku berlari menuju  Rasulullah saw dan langsung turun ke medan pertempuran ikut melindungi Rasulullah saw dengan menggunakan pedang dan panah, sehinggaaku sempat terluka.”

Ummu Sa’d berkata, “Memang benar, di pundaknya aku melihat ada bekas luka yang berlubang.” Lalu aku bertanya kepadanya, “Lalu siapa yang berhasil melukaimu ?” Ia menjawab, “Qam’ah, Semoga Allah menghinakannya. Ketika orang-orang berlarian meninggalkan Rasulullah saw ia datang sambil berkata, “Tunjukkan kepadaku, di mana Muhammad, karena jika Muhammad selamat, maka celakalah aku.” Lalu aku , Mush’ab bin Umair dan beberapa  orang yang tetap bertahan bersama Rasulullah saw mencoba untuk menghadangnya, lalu ia berhasil memukulku, namun aku juga berhasil memukulnya beberapa kali, akan tetapi sayang waktu itu ia mengenakan dua tameng.”

Contoh kisah di atas memberikan bukti kepada kita bagaimana Islam mampu mendidik dan menciptakan sosok para wanita yang kuat dan tangguh. Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan sebagian shahabat mengajarkan kepada anak-anak perempuan tentang tata cara memotong hewan.

Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan bahwa dia memerintahkan anak-anak perempuannya untuk memotong hewan kurban mereka sendiri dengan cara menginjak sisi tubuh hewan yang hendak disembelih, dan membaca takbir serta membaca basmalah ketika menyembelih. (HR Razin dan riwayat ini dikomentari oleh Imam Bukhari)

Ibnu Hisyam meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, ia berkata, “Pada suatu kejadian, Shafiyah binti Abdul Muthalib sedang berada di tempat persembunyian bersama Hasan bin Tsabit yang waktu itu sedang sakit. Shafiyah bercerita, “Lalu ada salah seorang Yahudi lewat mengelilingi tempat di manakami bersembunyi.Padahal waktu itu Bani Quraidhah sedang memerangi kaum Muslimin dan merusak perjanjian damai yang ditanda tangani antara mereka dan Rasulullah saw.

Waktu itu tidak ada seorang pun yang dapat membantu melindungi kami, karena waktu itu Rasulullah saw dan jumlah kaum Muslimin yang terlalu sedikit tidak memungkinkan untuk datang kepada kami. Lalu aku berkata kepada Hasan bin Tsabit, “Wahai Hasan, kamu lihat orang Yahudi tersebut selalu mengelilingi tempat persembunyian kita, dan aku takut jika ia mengetahui keberadaan kita dan memberitahukannya kepada teman-temannya yang lain, padahal sekarang Rasulullah saw bersama kaum Muslimin sedang sibuk, oleh karena itu, melompatlah dan bunuh orang Yahudi tersebut.” Namun karena waktu itu ia sedang sakit, Hasan bin Tsabit meminta maaf tidak dapat melakukan hal tersebut. Shafiyah berkata, “Ketika ia minta maaf tidak dapat melakukan hal tersebut, maka aku langsung mengencangkan pakaianku, kemudian aku mengambil sebuah tongkat, lalu aku turun dari tempat persembunyianku dan langsung memukul orang Yahudi tersebut hingga tewas.”

Kisah di atas, walaupun sanadnya lemah, namun tidak ada salahnya jika disebutkan di sini sebagai dalil yang menguatkan pembahasan ini.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendidik Fathimah agar terbiasa dengan hal-hal yang berbau kekerasan, yaitu dengan cara menyuruhnya membersihkan pedang Rasulullah saw yang berlumuran darah musuh.

Ibnu Abbas r.a meriwayatkan dan berkata, “Ketika Rasulullah saw kembali dari medan perang, beliau memberikan pedangnya kepada putrinya, Fathimah r.a sambil berkata, “Putriku, bersihkanlah bekas darah yang menempel di pedangku ini.” Lalu Ali bin Abi Thalib juga menyerahkan pedangnya kepada istrinya, Fathimah, seraya berkata, “Fathimah, tolong bersihkan juga pedangku ini, sungguh pada hari ini aku maju ke medan perang dengan penuh keberanian dan semangat yang membara.” Lalu Rasulullah saw bersabda, “Jika hari ini kamu maju ke medan perang dengan penuh semangat yang membara, maka hal yang sama juga dilakukan oleh Sahl bin Hunaif dan Samak bin Kharsyah Abnu Dajanah.” (HR al-Hakim)

Dan masih banyak lagi kisah-kisah serupa yang mengetengahkan kepahlawanan dan keberanian para wanita muslimah. Mereka ikut pergi berjihad untuk mengobati tentara Islam yang terluka, memberi pasokan minum dan bahkan ikut terjun langsung ke tengah-tengah medan pertempuran, tanpa sedikit pun takut akan kilauan pedang, tombak dan panah yangberseliweran,tidak gentar melihat kondisi para tentara yang terbunuh.

Kisah-kisah kepahlawanan dan ketegaran para wanita muslimah seperti ini cukup kiranya menjadi bahan pelajaran bagi generasi –generasi selanjutnya, semisal Ummu Sulaim yang dengan tabah dan tegar memandikan putranya,Umair, mengkafani dan meletakkannya di samping rumah. Sampai saatnya sang suami, Abu Thalhah datang, ia pun tetap tabah dan bersabar mengharap dari semua cobaan tersebut pahala dari-Nya. Bahkan, ia memang sebelumnya sudah bersiap-siap menerima semua cobaan tersebut. Kemudian setelah sang suami menyelesaikan pekerjaannya dan suasana pun benar-benar tenang, maka Ummu Sulaim dengan cara yang baik, halus dan bijaksana mengabarkan kepada sang suami, bahwa Dzat Yang menitipkan amanah kepada mereka berdua telah mengambil kembali amanah tersebut. Mendengar penjelasan sang istri, Abu Thalhah sadar bahwa anaknya telah meninggal dunia. (HR Bukhari)

Ini adalah buah yang dapat dipetik dari cara Islam mendidik para wanita muslimah agar menjadi sosok-sosok wanita yang kuat dan tangguh.Sosok wanita yang tidak bersedih atas syahidnya sang anak, bahkan mendorong dan memberikan semangat kepadanya untu meraih syahid, seperti yang dilakukan oleh Asma’ binti Abu Bakar terhadap putranya, Abdullah bin Zubair.

Diriwayatkan bahwa suatu ketika Abdullah ibnuz-Zubair masuk menemui sang ibu, lalu berkata kepadanya, “Bagaimana keadaanmu ibu ?” Sang ibu menjawab, “Ibu sakit.”Abdullah berkata, “Kematian dapat membawa ibu keluar dari derita ini dan dapat beristirahat.” Sang ibu berkata, “Anakku, kamu mungkin senang jika aku mati, oleh karena itu kamu mengharapkannya. Anakku, jangan lakukan itu, demi Allah aku tidak ingin mati sebelum aku menyaksikan akhir dari perjuanganmu ini. Ada kalanya kamu mati terbunuh , maka ibu ikhlas dan mengharapkan pahala dari-Nya. Dan ada kalanya kamu mendapatkan kemenangan, mka hati ibu dapat ikut merasakan kebahagiaan. Anakku, ibu pesan, jangan pernah menerima tawaran yang tidak kamu setujui  hanya karena takut mati. “ Pada riwayat lain, Abdullah berkata, “Ibu, aku takut jika mereka mencincang tubuhku.” Sang ibu berkata, “Apakah kambing yang telah disembelih merasa sakit ketika dikuliti ?”

Sumber : Buku “Tarbiyyatul Banaat fil Islaam.” Penulis : Abdul Mun’im Ibrahim Penerbit : Maktabah Awlaad Syekh lit-Turaats. 1423 H/2002 M.